Mayoritas masyarakat Gunung Sereng
yaitu merantau, hal ini seperti halnya kebanyakan masyarakat Madura lainnya.
Kebanyakan masyarakata yang merantau adalah orang-orang remaja dan bekerja
sebagai tukang pangkas rambu dan yang lainnya ada yang berdagang, buruh dan
pembantu rumah tangga.
Letak geografis desa Gunung Sereng
yang berada di daerah perbukitan menjadikan tanah di daerah tersebut gersang
dan kekurangan air disaat musim kemarau tiba dan hanya disaat musim hujan
datang tanah di desa Gunung Sereng ditanami. Sehingga kebanyakan masyarakat
Gunung Sereng yang menetap disana menjadi petani dan buruh tani disaat musim
hujan saja. Selain sebagai petani ada juga masyarakat desa Gunung Sereng bekerja
sebagai pengrajin, buruh bangunan, pedagang dan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Berdasarkan data monografi desa
Gunung Sereng, ada 340 orang yang bekerja di luar Madura (merantau), 123 sebagai
petani, 55 sebagai buruh tani, 15 orang sebagai buruh bangunan, 30 orang
sebagai pedagang, 15 orang sebagai pengrajin dan 13 orang sebagai PNS. Dari data tersebut, bisa dilihat
kebanyakan dari masyarakat desa Gununug Sereng bekerja di luar Madura (merantau).
Masyarakat setempat setiap tahunnya
selalu rutin menanam padi dan jagung. Akan tetapi tanaman tersebut tidak begitu
tumbuh dengan subur, karena tanahnya yang gersang. Ketika musim hujan, lahan
pesawahan ada yang ditanami padi dan ada yang ditanami jagung.Tapi yang lebih
banyak adalah yang ditanami jagung. sedangkan dimusim kemarau tanahnya
dibiarkan begitu saja. Dengan 56 Ha luas lahan (sawah), dalam setiap tahunnya
hanya menghasilkan kurang lebih 6.000 ton tanaman padi dan 16.000 ton tanaman
jagung. Bagi masyarkat setempat, tanaman padi dan jagung merupakan tanaman yang
dikonsumsi untuk mereka sendiri, walau ada sebagaian kecil dari padi dan jagung
tersebut yang dijual. Akan tetapi, hasil dari bertani mereka tidak bisa
mencukupi hidup mereka selama satu tahun, karena hasil dari bertani mereka
memang sediki, sehingga mereka menunggu kiriman dari keluarga mereka yang
berada di perantauan. Disamping mereka yang menetap di desa Gunung Sereng itu
bertani, mereka juga beternak. Akan tetapi beternak dalam jumlah yang relatif
kecil, karena pekerjaan itu dijadikan oleh masyarakat desa Gunung Sereng
sebagai pengisi waktu nganggurnya. Hampir semua masyarakat Gunung Sereng
memiliki hewan ternak, mulai dari sapi, kambing, unggas-unggasan, dan ayam. Tidak
semua hewan yang masyarakat Gunung Sereng rawat itu miliknya sendiri, terutama
sapi dan kambing. Akan tetapi ada beberapa yang miliknya kerabatnya atau
tetangganya, karena pemilik hewan tersebut tidak menetap di Gunung Sereng atau
lagi berada di perantauan dan ada juga pemilik hewan tersebut tidak mampu untuk
merawatnya, sehingga mereka menyuruh kerabatnya atau tetangganya untuk merawat
hewan miliknya dan pemilik hewan tersebut memberikan separuh dari hasil
keuntungan yang didapat dari hewan tersebut kepada yang merawatnya. Dan
perbuatan tersebut oleh masyarakat Gunung Sereng dinamakan dengan istilah
paron. Dari data yang dikumpulkan, ada 198
kepala keluarga yang memiliki dan merawat sapinya sendiri dan 213 kepala
keluarga yang memiliki dan merawat kambingnya sendiri. Sedangkan 55 kepala
keluarga yang merawat sapinya orang lain (paron sapi)dan 67 kepala keluarga
yang merawat kambingnya orang lain (paron kambing). Dari data tersebut bisa
diketahui, bahwa praktik paron masih berjalan sampan saat ini.